DKI Jakarta - Museum Fatahillah merupakan salah satu museum yang berada di kawasan Kota Tua. Museum ini terbilang cukup tua karena di bangun pada tahun 1707-1710. Hanya dengan mengeluarkan 2.000Rp/Orang untuk dewasa, 1.000Rp/Orang untuk mahasiswa/pelajar, dan 6.00Rp/ Orang untuk anak-anak, anda dapat mengelilingi museum ini. Untuk rombongan (minimal 20 orang) akan di kenakan biaya yang lebih murah lagi.
Waktu buka museum ini adalah Selasa- Minggu pukul 09.00-15.00 namun Senin dan Hari Libur Nasional museum ini tidak beroperasi.
Di dalam museum ini tidak diperkenankan untuk mengambil gambar, dikarenakan kamera tidak dititipkan, sesekali masih ada saja pengunjung yang nakal dan mengambil foto. Di dalam museum ini pula sebenarnya tidak diperkenankan untuk menyentuh benda-benda di dalamnya, tapi sekali lagi, masih ada saja tangan-tangan nakal yang memegang benda-benda di dalam museum ini.
Museum ini lebih banyak memperlihatkan kursi, meja, lemari, tempat tidur, guci-guci serta lukisan-lukisan peninggalan Belanda dahulu, ada beberapa lukisan yang bukan lukisan aslinya. Ada pula beberapa senjata dan beberapa prasasti-prasasti. Selain itu terdapat pula foto-foto Jakarta tempo dulu dan juga walikota-walikota yang pernah menjabat di Jakarta. Dapat kita lihat pula baju-baju prajurit Belanda dahulu serta tiang gantung hukuman mati.
Di dalam museum ini ada artikel yang menarik dan juga membuat merinding yang dapat dibaca di depan tiang hukuman gantung. Museum ini dahulu merupakan Gedung Balai Kota, tetapi juga penjara. Menurut artikel, orang-orang yang di tahan bukanlah orang-orang yang sudah diadili tetapi yang menunggu proses pengadilan (menunggu keputusan hakim). Adapun pada abad 17-18 bentuk hukuman yaitu hukuman mati, hukuman siksa, dirantai, kerja paksa, hukuman denda dan hukuman pengasingan. Tetapi sampai abad ke 19 tidak ada hukuman penjara. Yang tinggal lama di penjara hanya ada dua kelompok yaitu budak-budak yang dikirim oleh majikan mereka karena pelanggaran yang seringkali bersifat sepele saja, dan orang-orang yang disandera karena belum melunasi hutangnya dan memilih tinggal di penjara saja. Ternyata korupsi juga ada di dalam penjara ini, karena dengan membayar sipir, kondisi mereka di penjara tidak terlalu buruk.
Adapula yang menarik di museum ini adalah Lobang Gelap dibawah sayap barat Gedung. Menurut cerita dari museum tersebut, tempat itu dahulunya kemungkinan adalah penjara wanita. Saya cukup penasaran untuk bisa melihat penjara itu, namun saat saya mendatangi tempat tersebut, Lobang tersebut penuh dengan air, dan tidak bisa di masukki oleh siapa pun.
Di bagian belakang Museum ini, terdapat bola-bola batu yang diperkirakan merupakan batu untuk tempat memasung para tahanan, karena di letakkan di tempat seperti penjara.
Di bagian belakang, juga akhir dari perjalanan museum ini, kita dapat membeli Es Selendang Mayang, yang merupakan salah satu makanan khas dari Betawi.
Di pelataran depan Museum ini, banyak sekali tempat penyewaan sepeda Onthel, yang dapat kita sewa (namun saat saya datang ke tempat itu, tidak menyewa sepeda, karena masih mengejar beberapa museum lainnya).
Ada pula makanan khas Betawi lainnya, yaitu Kerak Telur. Hanya dengan mengeluarkan 12.000Rp kita dapat menyantap makanan ini. Makanan ini jarang ditemukan dan pula musiman, biasanya kalau sedang bulan Pekan Raya Jakarta, makanan ini mudah di temukan di sepanjang jalan Kemayoran, dengan range harga 15.000Rp-20.000Rp (namun masih dapat di tawar)
fanbaw1001 @detiktravel